Jadi dewasa itu sulit. Sama sekali tidak seperti bertambahnya umur yang dengan mudahnya bertambah. Ini soal pemikiran dan pilihan. Oh satu lagi, ini juga soal rasa sakit.
Otak diciptakan memikirkan akan hal-hal yang baik. Segala ciptaan-Nya diorientasikan untuk diaplikasikan dalam hal kebaikan. Pasti. Namun nyatanya tidak segampang ucapan. Otak yang katanya bekerja sesuai logika dan rasionalistik terkadang dapat dipatahkan oleh perasaan dan nafsu. Dan mereka berdua berasal dari hati atau jiwa manusia itu sendiri. Logikapun akan sangat lemah ketika bertemu dengan nafsu dan rasionalistik seseorang akan menjari kacau jika bertemu yang namanya perasaan.
Cinta. Yahh... Cinta menyimbolkan perasaan itu sendiri. Cintapun akan menjalin mitra bersama nafsu yang akan menciptakan makhluk baru. Bernama ego. Saat ego yang baru lahir itu tiba, maka nafau sendiri akan mengiringinya agar mengalahkan logika dan rasionalistik tadi. Jadi secara tidak langsung otak pasti akan kalah jika perasaan itu ada cinta dan yang lain akan mengiringi sendiri.
Secara psikis otak akan kalah dengan hati. Senjata hati begitu menakutkan. Yahh.. benar hati memiliki senjata nafsu. Dengan nafsu manusia bisa berubah menjadi apa saja. Jadi pembunuh? Pemerkosa? Pengguna narkoba? Pelacur? Pencuri? Semua itu akan mengalahkan logika yang secara otomatis otak akan ikut berdiam diri yaitu kalah. Lalu dengan apa hati dapat dikalahkan? Satu kata untuk menjawab itu. Dan mutlak adanya jika hati akan bersujud tidak dapat berkutik. Yaitu dengan iman.
Pilihan.. hidup pada dasarnya adalah memilih pilihan yang telah dipilihkan-Nya. Ruwet ya? Tapi memang seperti itu adanya. Coba baca ulang kalimat tersebut. Memang benar Dia telah memilihkan apa apa yang kita butuhkan baik pilihan baik maupun yang buruk. Semua itu pilihan kodrat dari pilihan adalah memilih satu dan meninggalkan yang lain. Berat memilih suatu pilihan itu. Tidak mudah. Proses untuk memahami dan menelaahnya saja sulit. Kata 'dewasa' sendiri adalah pilihan. Memilih apakah kita menjadi seodang yang dewasa atau malah sebaliknya. Menjadi dewasa itu bebas. Entah pria atau wanita. Entah orang berumur atau yang belum cukup umur. Banyak orang diluar sana umur 19 tahun pun bisa menjadi lebih dewasa ketimbang umur 35 tahun.
Rasa sakit ini berhubungan dengan perasaan. Hati memainkan peran dari ini. Dari pilihan itu sendiri pasti ada rasa sakit. Rasa yang membuat kita tidak nyaman, merasa bahwa hidup ini sempit membuat nafas di dada terasa sangat sesak. Obat akannya pun tidak dapat dibeli diapotek manapun. Memang sangat repot ketika rasa ini datang secara tiba-tiba yang membuat planning for something big menjadi amburadul tidak karuan karena satu rasa saja. Rasa untuk mengakhiri hidup lebih cepat pun banyak dirasakan oleh orang-orang yang merasakn sakit luar biasa dalam. Tapi asa segelintir orang yang mampu bertahan.
Orang-orang yang bertahan itu bisa disebut sengan ksatria kehidupan. Mereka memenangkannya. Memenangkan akan diri mereka sendiri. Mereka kokoh dalam menjaga dari gejolak api hitam kehidupan. Mungkin kita harus memberikan penghargaan piala, piagam atau sertifikat berlogo emas untuk para ksatria ini. Dan sebaliknya.. yang merasa bahwa dirinya ingin mengakhiri semuanya. Mungkin pikiran mereka ini adalah mengakhiri semuanya secara instan adalah cara terbaik untuk menyembuhkan sakit. Mereka semua adalah sampah. Pecundang yang mengaku dirinya pecendikia. Pengemis yang mengaku dirinya kaya.
Bagiku.. jadi dewasa itu sulit. Marobohkan musuh bernama ego dan nafsu. Sangat sulit. Harus memaksa logika menusuk dada ego supaya ia mati. Dan rasionalistik menghantam kepala nafsu agar ia mati perlahan. Tapi kenyataannya tidak semudah itu. Harus ada gejolak dahulu, gejolak itu diiringi dengan isak tangis, dan isak tangis dirimgi dengan rasa sakit. Semua itu berputar tanpa ada yang menyuruh. Aku. Sebagai manusia. Ingin rasanya meronta kepada-Nya agar masalah yang sering aku hadapi ini perlahan hilang. Tapi sebaliknya.. masalah-masalah itu malah muncul berbondong-bondong membawa kertas besar yang bertuliskan 'hadapi kami. kami butuh solusi.' Aku tak ingat seberapa banyak itu. Yang jelas mereka semua datang memaksaku untuk menentukan lagi lagi dan lagi. Kadang perlahan kupejamkan mata. Membayangkan bahwa hidupku tak seenak orang lain. Hidupku tak semewah megah pariente orang lain. Lalu istimewakah aku?
'Percaya akan hadirnya kedewasaan adalah percaya akan hadirnya air mata, lelah, dan rasa sakit'
#die Null-neun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar